REDUCE BRAIN ROT: BUILD REAL CONNECTIONS WITH MEANINGFUL ACTIVE COMMUNICATION

From BASAkalimantanWiki

This is a Response to the Brain Rot wikithon

20250228T130818617Z588143.jpg

Dimasa kakanakan wayahini iya media digital pang tampat hagan batampil diri, sampurna talihat samunyaannya. Tagal di balik ngintu ada maulah kita kada sadar taumpat rasa sanang nang palsu atawa jadi manjauh kalawan urang marga talalu banyak manuntun kuntin matan media digital. Brain rot itu karusakan utak nang kawa dikurangi liwat bakawan langsung wan urang. Kawa maningkat akan komunikasi aktif, malatih bapikir, wan barakatan. Kurihing pas batamuan langsung tu gen mambawa rasa nang kada taganti ulih emoji atawa stiker haja. Kasi kita biasakan hagan batamuan langsung, wan baramian basamaan!

Di era digital, media sosial telah menjadi panggung bagi generasi muda untuk menampilkan versi terbaik lewat unggahan dengan momen yang tampak sempurna. Namun, di balik itu ada kondisi yang membuat kita tanpa sadar ikut terjebak dalam settingan kebahagiaan semu, bahkan merasa terisolasi karena konsumsi media yang berlebihan. Brain rot, kerusakan otak yang dapat dikurangi melalui interaksi langsung dengan orang lain. Bermanfaat meningkatkan komunikasi aktif, melatih daya pikir, dan memperkuat hubungan sosial. Senyum yang muncul dari pertemuan langsung pun membawa energi tak tergantikan oleh sekadar emoji atau stiker. Mari bangun kebiasaan berkomunikasi yang lebih nyata dan bermain bersama penuh makna!

In the digital era, social media has become a stage for the younger generation to show their best version through posts that look perfect. However, behind that there is a condition where we are unknowingly trapped in false happiness, even feeling alienated due to excessive media consumption. Brain rot, brain damage that is reduced through direct interaction with others. Useful for active communication, training thinking skills, and strengthening social relationships. Smiles from face-to-face meetings also bring energy that cannot be replaced by emojis or stickers. Come on, build a habit of communicating more realistically and playing together more meaningfully!

Affiliation
SMA Negeri 1 Amuntai
Age
16-21

What do you think about this response?

0
Vote

Comments below!


RI3R8

16 days ago
Score 1++

Nggak semua orang punya privilege buat meet-up terus. Banyak Gen Z yang justru nemuin komunitas supportif lewat medsos, apalagi buat yang introvert atau di daerah terpencil. Nyalahin medsos sebagai biang isolasi itu mengabaikan akar masalah: tekanan sosial untuk selalu tampil sempurna. Solusinya bukan 'tinggal ketemu langsung', tapi: Normalize imperfection: Ajak kreator medsos lebih real tentang kegagalan. Buat platform alternatif: Misal, aplikasi yang prioritaskan grup diskusi ketimbang feed kompetitif.

Edukasi digital boundaries: Ajarkan kapan harus log off tanpa merasa bersalah. Medsos bisa jadi alat koneksi—asal dipakai dengan mindset sehat!

Nada Kamilah

13 days ago
Score 1++
Halo kak! Salam kenal, terimakasih sudah mampir dan meninggalkan pesan yang luar biasa. Izin aku tanggapi kembali pesan kakak ya. Tentu di era digital, teknologi sangatlah membantu kita di kehidupan sehari-hari, terutama mengenai komunikasi, kita bisa dengan mudah untuk menghubungi orang-orang tersayang yang jaraknya jauh, bahkan tak jarang juga kita bisa menemukan teman baru dengan jangkauan yang luas, kan ya. Nah, media sosial memang mempunyai banyak pengaruh baik bahkan mempermudah. Namun pernah kebayang ga sih kalau kehidupan semuanya diisi dengan komunikasi yang tidak nyata? Tentu jika itu terjadi maka akan menimbulkan banyak sekali masalah pada kesehatan mental seseorang. Sejatinya manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan interaksi dan komunikasi nyata dengan orang lain, siapa saja baik rekan, teman, keluarga, dan orang yang tidak dikenal sekalipun. Kontak antar manusia dapat menimbulkan rasa, perasaan, dan energi yang tidak dapat dirasakan saat komunikasi digital. Menurut psikolog Susan Pinker pun, kontak person to person merangsang sistem saraf untuk melepas sejumlah neurotransmiter yang mampu meregulasi stres dan kekhawatiran. Adanya kontak sosial dengan manusia lain akan berdampak positif bagi mental dan keseluruhan diri kita. Maka dari itu penting sekali koneksi nyata dan komunikasi aktif yang bermakna untuk mengurangi brain rot terhadap generasi muda, yuk gaungkan bersama!

Zein Basry

16 days ago
Score 1++
Yes, intinya jangan bermedia sosial secara berlebihan, karena selamanya kecanggihan teknologi takkan dapat menggantikan sentuhan fisik dan kasih sayang!

RI3R8

15 days ago
Score 0++
intinya tuh seimbang dan tidak berlebihan itu aja pang menurutku

Nada Kamilah

13 days ago
Score 1++
Halo kak! Salam kenal, terimakasih telah mampir dan meninggalkan pesan yang luar biasa. Aku izin balas kembali pesan Kak Zein ya. Sepakat, aku membaca cukup banyak komentar orang di plaftfom lain yang menyatakan hal yang sama. Tentu, komunikasi digital hadir bukan untuk menggantikan, namun ia hadir sebagai alat mempermudah juga mempererat silaturahmi. Komunikasi digital tidak buruk, hanya saja tidak dapat menggantikan koneksi nyata dan komunikasi aktif yang bermakna.

Salma anida

16 days ago
Score 0++
insightful banar tulisannya nang ini đŸŒ»

Nada Kamilah

13 days ago
Score 0++
Halo kak! Salam kenal dan terimakasih sudah meninggalkan pesan dan kesan yang luar biasa. Mari berdiskusi!:D

Anonymous user #1

15 days ago
Score 1 You

Iya benar itu, bangun kesadaran akan realitas yang lebih luas

algoritma digital sering kali membentuk 'echo chamber'—lingkaran informasi yang hanya mengonfirmasi pandangan kita sendiri. Ini membuat kita sulit menerima perspektif lain dan menghambat pertumbuhan intelektual. Cara mengatasinya? luangkan waktu untuk membaca buku dari berbagai sudut pandang, diskusi dengan orang-orang di luar zona nyaman kita, dan jangan biarkan media digital membentuk pemikiran kita secara sepihak.

Nada Kamilah

13 days ago
Score 1++
Halo kak! Salam kenal dan terimakasih sudah mampir juga meninggalkan pesan yang luar biasa. Aku izin menanggapi kembali pesan kakak ya. Yes, thats right. Fakta mengejutkannya meski kita hidup di zaman yang super duper digital, banyak orang yang mengaku merasa kesepian. Penelitian menunjukkan bahwa media sosial yang katanya sih mendekatkan, malah kadang memperparah perasaan kesepian. Kenapa? Karena kita lebih sering scroll dan melihat highlight hidup orang lain, tapi jarang membangun koneksi yang mendalam. Alih-alih ngobrol atau bercerita dari hati ke hati, kita sibuk mem-posting, meng-like, dan komen tanpa benar-benar terkoneksi. Brain rot juga dapat terjadi karena salah satu penyebab tersebut. Maka dari itu pointnya adalah jangan bergantung sepenuhnya pada media sosial untuk membangun koneksi. Nampak lebih menyenangkan, tapi hubungan di dunia nyata jauh lebih berarti.
Add your comment
BASAkalimantanWiki welcomes all comments. If you do not want to be anonymous, register or log in. It is free.